Selasa, 07 April 2009

Ponari dan beliung persegi

Beberapa waktu lalu saya dan teman mendapat tugas untuk mencari data di Balai Arkeologi (Balar) Bandung. Sesampainya di sana kami bertemu dengan para arkeolog. Dalam perbincangan kami yang sebagian besar bertemakan benda cagar budaya, akhirnya sampailah ke satu topik yang beberapa waktu lalu sempat ramai. Ponari, itu yang menjadi salah satu pembicaraan kami. Dukun cilik ini begitu fenomenal. Air kobokannya diburu banyak orang. Konon air itu sangat berkhasiat. Bahkan saat pihak berwajib melarang Ponari berpraktik. Masyarakat berebut untuk mendapat air comberan bekas mandi Ponari. Luar biasa memang. Ponari dalam mengobokan tangannya ke dalam air dalam ember yang dibawa pengunjung selalu memegang satu batu. Di telivisi tidak jelas batu apakah itu. Dalam pembicaraan kami dengan para arkeolog dari Balar Bandung itu, ternyata batu tersebut adalah batu yang berbentuk persegi yang dibuat dari batu setengah permata. Dalam arkeologi prasejarah, batu tersebut disebut dengan beliung persegi. Benarkah Ponari menggunakan beliung persegi prasejarah untuk membuat air menjadi berkhasiat?

Tahun 2006 dan 2007 saya sempat mengikuti penggalian arkeologi di Kerawang. Selain penggalian, kami pun melakukan survei permukaan di wilayah sekitarnya. Salah satunya Buni. Buni merupakan daerah yang sangat kaya temuan prasejarahnya. Sewaktu kami berkunjung, kami banyak sekali menemukan pecahan gerabah di lahan-lahan kebun milik penduduk. Konon di daerah ini pun banyak ditemukan emas. Benar saja, saat kami asik melakukan survei permukaan, tiba-tiba seorang ibu memanggil suaminya, dan memberitahukan bahwa ia telah menemukan sebutir emas yang menempel pada akar sayuran yang barusaja dicabutnya. Emas itu tidak terlalu besar, tapi jelas emas itu merupakan artefak yang dibuat oleh manusia pada masa lampau.

Ternyata, ibu ini pun memberitahukan bahwa beberapa keluarga di sekitarnya menyimpan beberapa butir emas yang mereka temukan di lahan kebun mereka. Salah satu butir emas yang sangat cantik berbentuk seperti bunga lengkap dengan kelopaknya. Ukuranya tidak besar, berdiameter sekitar 3 milimeter.

Saat kami survei dan mewawancarai penduduk, banyak penduduk berkumpul untuk melihat. Kami serasa jadi tontonan. Dan yang menarik lagi, beberapa anak yang ikut berkumpul, sedang bermain handphone-handphonan dengan menggunakan beliung persegi. Mmmm. Luar biasa, situs Buni memang memiliki banyak tinggalan arkeologi, terutama prasejarah. Begitu banyaknya, sampai artefak gerabah pun serasa tidak ada nilainya.

Saya hanya coba menghubungkan antara Ponari dengan batu ajaibnya dan anak-anak di Buni dengan "handphone"nya yang juga berupa beliung persegi. Ponari, dan juga anak-anak lain hanyalah anak-anak yang sedang menikmati masah kanak-kanaknya. Mereka asik bermain dengan properti yang mereka dapat dari lingkungan di sekitar mereka. Kadang, mereka ciptakan sendiri mainan-mainan yang dapat membuat mereka asik bermain. Coba lihat anak-anak di kota-kota besar, mereka sudah tidak kreatif lagi. Mungkin saya salah. Tapi anak-anak kota lebih senang bermain dengan mainan yang sudah jadi atau asik berlama-lama dengan playstation. Masihkah ada Ponari-Ponari lain di sekitar kita, tentunya kita harapkan ada. Bukan untuk menjadi dukun cilik, tetapi sebagai anai-anak yang merdeka, kreatif, dan arif terhadap lingkungan.

Salam
Ivan Efendi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar